Kamis, 30 Juli 2009

cermin

Bercermin






Ya Allah, sebagaimana Engkau baguskan
rupaku
, baguskan pula akhlaku, begitulah
do'a yang dipanjatkan pada saat kita bercermin, ya...
seharusnya begitu... walaupun karena seringnya
bercermin akan menjadi bosan membacanya
atau akan menjadi cepat karena sudah terbiasa
sekali.







Ada juga yang mengartikannya menjadi
rupa kejadianku
dikarenakan sewaktu di buat dahulu..dahuluuuu
kala, yang katanya waktu manusia dibuat, dibuatnya dalam keadaan
sempurna
, tapi rasanya aneh kalo jadi berarti do'anya
untuk jaman dahulu, karena do'anya dibaca
terus sampai akhir jaman, juga sekurang apapun rupa
manusia tetap lebih bagus dari makhluk lainnya sesama
ciptaan Allah, sebab tidak ada yang mau anggota tubuhnya diganti
kera.




Nah.. nah... tanpa terasa dari tadi
rasanya normal-normal saja kita membaca tulisan
diatas tentang do'a, dari mulai dipanjatkan sampai
dengan membacanya terus dibaca, padahal
disitulah letak kerikil yang lebih mudah membuat kita
terpeleset dibandingkan batu, seharusnya do'a itu
dipanjatkan
dan bukan dibaca, dan bukan
pula membaca do'a tetapi seharusnya berdo'a,
kelihatannya serupa tapi benar-benar tidak sama, dari
terpeleset berdo'a lama-lama akhirnya terperosok
ke jurang, karena kasus yang sama terjadi dalam hal yang sudah
sangat umum bahwa membaca Qur'an dianggap sama dengan
ngaji, padahal bedanya sangat-sangat jauh, kalau
membaca Qur'an berarti tilawah atau mengalunkan,
sedangkan mengaji seharusnya mengkaji
Qur'an, sebab tanpa terasa kalau ngaji dianggap
tilawah maka kalau ditambah dengan maksud menjadi do'a
pula, akhir-akhirnya akan berubah lagi setelah merasa do'a nya
terkabul, ngajinya jadi berkhasia do'a sehingga
berubahlah dari mengaji menjadi ajian yang artinya
mantera
, dan yang menjadi lebih parahnya
adalah pada dasarnya orang-orang pada umumnya lebih suka
yang begitu, yang penting hasil walaupun salah.




Setelah kita mengamati masalah
kebiasaan
tersebut di atas, sekarang kita berpindah ke
masalah terbiasa yang sebenarnya bisa lebih
berbahaya, karena orang setelah merasa susah payah menghafal
do'a biasanya akan berusaha merawatnya sehingga
menjadi fasih dan lancar, namun setelah fasih itulah
biasanya terjadi keterbiasaan yang oleh syaitan di
plesetkan
dengan sistem terburu-burunya
yang ampuh, sehingga do'a tersebut hanya tinggal menjadi
reflex
saja, disini baca anu, disitu
baca anu, dianu baca anu yang akhirnya tidak
lagi merupakan sebuah do'a yang seharusnya sebuah permintaan
sekaligus koreksi diri, begitulah cara syaitan
memasang jebakan lalai kepada kita dengan sistem terburu-burunya.




Itulah maslah kebiasaan dan keterbiasaan
yang dapat menjauhkan kita dari berbagai macam
arti
atau hikmah, sehingga kita tidak sadar menjadi
orang-orang yang merugi, padahal menurut surat yang masa
dipersumpahkan kita harus saling mengingatkan dalam
hal-hal kesabaran, keimanan, kebaikan dan lain sebagainya, agar
tidak menjadi orang-orang yang merugi, juga surat tersebut
mengingatkan kepada kita bahwa saling mengingatkan tersebut adalah
termasuk mengingatkan diri sendiri alias berusaha
selalu sadar, karena hukumnya memberi itu kalau kita mempunyai,
jadi mengingatkan juga tentu saja kitanya harus ingat.




Kembali ke masalah do'a yang berfungsi
sebagai permintaan sekaligus koreksi diri, pada saat bercermin kita
meminta agar diberi akhlak yang bagus karena Allah
sudah membuat bagus rupa kita, juga sebaliknya kita jadi bertanya,
apakah setelah rupa kita dibikin bagus kita pantas
berakhlak buruk?, atau sudah berusahakah kita
memperbaiki akhlak?, pada akhirnya akan selalu menjadi
lebih banyak mengingatkan diri sendiri daripada
meminta, seandainya saja kita tidak terkena hasutan
syaitan agar tegesa-gesa yang disebabkan oleh kita
sendiri yang kurang pandai menata waktu, seandainya
kita bersedia meluangkan waktu sejenak saat bercermin
untuk menghayati do'a tersebut, untuk mengingat serta merenungkan
kepada Pencipta rupa kita yang tidak ada satupun
rupa yang sama persis, yang Maha Pengasih lagi Penyayang yang
membaguskan rupa kita, yang Maha Kaya yang mengabulkan segala do'a,
yang tiada sesuatupun yang dapat menyerupaiNya, yang dengan
do'aNya
menjadikan cermin sebagai pengingat, yang
mengingatkan kita bahwa ada rupa saudara kita yang
perlu disantuni benda akhirat, yang mengingatkan kita apakah rupa
yang bagus tersebut sudah disyukuri agar Allah
melipatkandakannya, yang kelengkapan tubuh dari rupa
tersebut juga patut di syukuri bagian demi bagiannya, yang juga
senantiasa mengingatkan agar kita waspada pada usia
yang setiap kali bercermin kita sebenar-benarnya adalah berubah
menua, serta beribu-ribu yang yang lainnya yang tidak
mungkin ditulis disini semuanya.




Berbicara soal saudara kita yang serupa
dengan bayangan di cermin yang perlu disantuni benda akhirat,
siapakah dia sebenarnya, bayangan cermin menunjukan bayangan
tubuh
kita yang perlu santunan atau bahan bakar benda
dunia
berupa makanan, minumam, birahi, atap, dinding, ongkos
dan seterusnya agar tetap terawat serta dapat
melakukan segala kegiatan di dunia ini, sedangkan di
sisi lain ada yang di sebut khorin atau siir atau katakan saja ruh
yang perlu santunan benda akhirat berupa makanan ruhaniah,
amal, pahala dan juga lain-lain
seterusnya, agar dapat terus melakukan kegiatan
akhirati.




Melihat bayangan tubuh kita di cermin,
akan terlihat perubahan yang dikarenakan usia, yang
mengingatkan kita betapa sukar untuk merawatnya, baik
dengan menjaga pola makan, pola berolah raga serta pola-pola lainnya
agar tetap dapat terawat baik bentuknya maupun
kesehatannya, sehingga do'a kita agar di baguskan akhlaknya juga
menjadi do'a agar diberi kemampuan serta ilmu
untuk merawatnya agar tetap bagus rupanya, disamping itu bila kita
melihat tubuh kita, tentu pula akan teringat bahwa ada dua
syahwat
didalamnya sebagai naluri bertahan hidup serta
berketurunan yang diberikan Allah, suatu naluri atau perangkat yang
dibutuhkan namun juga sangat sulit
mengendalikannya, dengan demikian maka bertambah lagi do'a yang
harus kita panjatkan tersebut dengan meminta diberi kemampuan serta
ilmu untuk mengendalikan naluri tersebut.




Eh... sudah cukup panjang ceritera soal
bercermin ini yang menjadikan kita berdzikir mengingat
Allah di saat berdiri atau duduk, yang menjadi renungan sesaat
dalam kehidupan, yang menjadi pengingat serta koreksi diri, yang
menjadi yang, yang dan yang, yang lain sebagainya, yang tentu saja
akan menjadi terlalu panjang dan tiada habis-habisnya selama
tubuh kita dan cermin tersebut masih ada, jadi ada baiknya
dicukupkan dulu sampai disini saja.




-=*=-



Tidak ada komentar: