Kamis, 30 Juli 2009

banjir

Banjir






Banjir besar di Jakarta yang bersiklus
lima tahunan menimbulkan kerugian moril serta materiil
yang sangat besar bagi warga kota, menurut pejabat terkait yang
telah menjabat selama beberapa kali siklus banjir, ini
adalah fenomena alam yang terdengar sangat wajar
sekali, sewajar belepotannya wajah ibukota kita setiap
lima tahun sekali.







Fenomena alam bersiklus yang
sangat umum adalah musim, di indonesia hanya ada dua
musim saja, sedangkan di negara-negara lain ada yang empat
musim yang salah satu musimnya adalah musim salju yang
suhunya dapat belasan bahkan puluhan
derajat dibawah nol, kalau saja kita terkena
suhu
udara sedemikian rendahnya, tanpa persiapan tentu saja
akan binasa, sedangkan musim dingin tersebut sudah
pasti
akan datang setiap tahunnya, di negara dua musim
seperti
negara kita ini, memakai celana pendek sepanjang
tahun pun kita tidak apa-apa, sungguh negara ini seperti surga
saja, namun suasana surga tersebut sangatlah riskan
sebab dapat menjadikan kita terlena serta lalai,
sehingga mudah terseret dalam kemalasan.




Bila kita berkendaraan di area yang
rawan
banjir maka kita akan berhati-hati juga berdebar-debar
melihat jalan didepan kita menjadi macet dan ramai
orang, tentu ada banjir didepan sehingga orang-orang
yang berkendaraan berfikir keras apakah akan sanggup
melewati banjir ataukah harus putar-balik arah,
semakin dekat ke area berair semakin terlihat
kesibukan orang-orang dan banyak yang putar balik, tetapi
banyak
juga bisa terus lewat, kalau kendaraan kita
cukup
tinggi maka kita pun akan mengambil keputusan
untuk
terus melewati banjir, makin dekat area makin
padatlah
kendaraan dan orang-orang, sehingga ketika
kita mulai memasuki awal jalan berair, maka mulailah kita akan
terheran-heran, betapa tidak kemacetan serta kesibukan kendaraan
serta orang-orang ini ternyata tidak seperti yang kita
bayangkan sebelumnya, melainkan ada yang sibuk
menonton, mencuci kendaraan, berenang, bermain air, banyak
permintaan sumbangan di tengah ketegangan melewati banjir,
permintaan jasa jaga area, bahkan permintaan tanpa jasa apapun,
sungguh ini merupakan fenomena tersendiri, yaitu
fenomena mental atau akhlak bangsa kita yang sulit
dimengerti, seakan-akan banjir ini menjadi pasar malam,
menjadi tempat hiburan juga kesempatan untuk mencari
untung dari yang sedang kesulitan.




Fenomena mental bangsa ini
memang luarbiasa, sudah merata pada hampir seluruh
lapisan, seharusnya kita prihatin mengingat banjir
tsunami pernah memporak-porandakan banda aceh beberapa waktu
yang lalu, walaupun banjir jakarta ini sudah biasa dan
bertambah parah setiap siklusnya juga memporak-porandakan wajah
bangsa kita, namun tidak terlihat adanya pencegahan,
bahkan persiapan menghadapinya, masalah yang
dianggap
kecil ini sebenarnya berakibat sangat besar,
mengambil
keuntungan sendiri tanpa perduli kepada orang lain
seperti berenang, mencuci, meminta paksa jasa di
jalanan banjir, dapat menjadikan orang tumpul hatinya,
sehingga terjadilah kejadian-kejadian sumbangan bencana alam hanya
sampai sepersepuluh, tidak ada yang mau
mengangkut
sumbangan makanan ke tempat bencana sehingga
busuk dan rusak sungguh mubazir, dan lain-lain masalah mental
yang terjadi dikarenakan memang malas serta tidak
perduli kepada agamanya sendiri.




Kerugian baik moril maupun materiil yang
diakibatkan banjir yang dianggap biasa
ini sungguh besar sekali, kiranya kerugian materiil tersebut
dipergunakan
untuk mencegah tentu akan jauh lebih baik,
setidaknya dapat menghilangkan kerugian morilnya, sungguh
mengherankan
pula jakarta ini yang ingin mempunyai kereta
monorail yang biaya pembangunannya sangat besar, yang
dirasa aman dari banjir yang dibiarkan karena jalannya
tinggi di atas tiang, bukannya akan lebih baik bila
banjirnya saja yang dihilangkan, sebab kalau banjirnya bertambah
tinggi terus memang keretanya bisa tetap jalan tapi
orang yang mau naiknya yang ngga bisa sampai ketempat
kereta.




Rasanya kita semua perlu lebih
banyak merenungkan serta memikirkan dampak dari
fenomena mental bangsa ini, agar tidak terus menerus
bertambah mengherankan kita.




-=*=-



Tidak ada komentar: